Saat ini, mencari sebuah informasi tidaklah susah dan repot. Cukup bermodal smartphone dan layanan internet, kita bisa menemukan apa saja yang ingin kita ketahui saat itu juga. Mau informasi yang memang penting sampai yang tidak penting-penting amat. Barangkali karena banyaknya, bisa jadi sekarang ini kita sedang berada dalam kondisi "kebanjiran informasi".
Ibaratnya, kalau di dunia nyata banjir bisa disebabkan akibat banyaknya orang yang membuang sampah sembarangan, pun tak beda dengan "banjir informasi" yang juga disebabkan oleh banyaknya informasi-informasi yang sembarangan, tidak benar dan tidak berfaedah, atau sebut saja dengan hoaks.
Indonesia Darurat Informasi Kesehatan?
Ternyata salah satu informasi yang rawan untuk menjadi hoaks adalah informasi soal kesehatan. Hal ini setidaknya telah dibuktikan melalui data yang sempat saya baca dari artikel milik kompasianer Andri Mastiyanto. Ya, tidak main-main, hoaks kesehatan masuk di peringkat tiga dengan perolehan persentase sebesar 41,2 %, lho. Atau jika digambarkan, hampir setengah dari informasi kesehatan yang ada di internet tidak benar. Sedih.
Sebenarnya angka ini bagi saya tidak terlalu mengagetkan. Pasalnya saya sendiri masih menyaksikannya sendiri kok bagaimana orang-orang terutama di media sosial masih dengan mudahnya menyebar informasi kesehatan 'yang kelihatan dari judulnya saja sudah meragukan' tanpa berusaha konfirmasi kebenarannya.
Sebagai salah satu penulis dibidang kesehatan, tentu kejadian ini membuat saya "tepok jidat" sambil berkata "kok kalian suka banget sih ngebaca dan ngebagi informasi kesehatan yang judulnya ngeri dan fantastis bombastis? Kan aku juga pengen". Haha.
Jika hoaks mengenai politik bisa merugikan karena mampu mengubah voting pada pihak tertentu, informasi hoaks kesehatan bisa merugikan yang dampaknya lebih ke personal atau dirasakan langsung pada tubuh kita sendiri. Ya, informasi kesehatan yang tidak benar dapat lebih mengkhawatirkan karena dampaknya selain bisa memberikan informasi yang tidak berfaedah juga mampu menunda perawatan atau pengobatan yang seharusnya segera kamu dapat. Lebih mengerikannya lagi nih informasi kesehatan yang tidak bertanggung jawab juga mampu membuat seseorang kehilangan nyawanya.
Jangan Malas, dengan Cara Ini Kamu Bisa Deteksi Informasi Kesehatan!
Untuk menghindari kerugian-kerugian akibat informasi kesehatan yang tidak benar tersebut, berikut 4 langkah yang bisa kamu lakukan untuk mendeteksinya, hoaks atau bukan ya?
Banyaknya sumber bacaan di internet sekarang ini justru bukan membuatmu berbahagia, sebaliknya membuatmu harus pintar untuk memilih sumber mana yang memang punya 'nilai rapor' yang baik.
Pastikan kamu membaca sumber yang sudah terpercaya seperti website Kementerian Kesehatan Indonesia, website milik WHO (organisasi kesehatan dunia) atau jika sumber dari portal berita lain pilihlah yang memang sudah terkenal bukan abal-abal seperti kompas.com atau kompasiana.com. Jangan mudah membagi infromasi dari website yang namanya saja sudah terlihat mencurigakan, misal dijaminsembuhsetelahbaca.xyz.
Informasi hoaks biasanya tidak menyebutkan siapa nama penulisnya. Jadi saran saya jangan malas untuk cek ricek nama dan profil penulis/narasumber. Apakah memang latarbelakang penulis atau narasumber adalah dari kesehatan? Selain itu informasi hoaks juga jarang sekali memberikanmu sumber/tautan lain untuk menguatkan informasi yang ditulisnya. Cek ricek deh!
Soalnya saya sendiri pernah mengalami lho, menemukan sebuah informasi berita yang menyebutkan nama penulis adalah seorang tenaga medis, dalam hal ini seorang dokter. Namun setelah saya cek , tidak ada profil yang bisa saja peroleh.
Lalu apa tidak boleh percaya dengan tulisan kesehatan seorang yang tidak mempunyai latar belakang kesehatan? Boleh, asalkan kamu harus lihat 'masa lalunya', apakah selama ini memang ia sering menulis kesehatan dan mengambil sumber atau hasil studi yang jelas alias tidak mengada-ada?
Rata-rata yang saya temui, informasi kesehatan yang hoaks jarang mempunyai dukungan studi/penelitian sebelumnya, apalagi dimuat jurnal internasional. Untuk itu, saran saya kalau kamu menemukan informasi kesehatan yang setelah kamu baca kamu jadi curiga atau dari judulnya saja "mengerikan" serta tidak didukung jurnal atau minimal studi/penelitian, kamu harus cek benar-benar dulu atau jangan mudah menge-share-kannya ke teman-teman,tahan.
Untuk dijadikan catatan :
Setiap studi/penelitian pasti mempunyai metodologi tertentu. Maka tolong jangan heran jika kemudian hasil penelitian bisa memiliki kesimpulan yang berbeda-beda pula. Misalnya, penelitian yang sama namun sampelnya berbeda, satu menggunakan sampel hewan uji coba seperti tikus sedangkan penelitian yang lainnya sampel sudah langsung pada manusia.
Biasanya jika penelitian masih menggunakan hewan dan atau masih dalam lingkup yang sempit, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan lagi.
Jika kamu ingin mengecek informasi "hoaks atau tidak" dengan cara yang simple, gunakanlah mesin pencarian seperti google. Triknya gunakanlah kata-kata penting dan tulis hoaks diakhirnya seperti ketika kamu membaca informasi yang mengatakan "kanker bukan penyakit tapi bisnis", ketik: kanker bisnis hoaks atau saat kamu membaca informasi "air putih menyebabkan kanker", ketik: air putih kanker hoaks. Selamat mencobanya!
***
Masalah soal informasi hoaks kesehatan ini sebenarnya bukan hanya menjadi "pekerjaan rumah" yang dialami oleh Indonesia, tetapi di luar negeri pun sama halnya.
Jadi, yuk marilah mulai dari diri sendiri untuk tidak turut menyebar informasi hoaks, khususnya kesehatan yang belum jelas kebenaranya dan jelas bisa merugikan ini
Terakhir berikut beberapa nama penulis di Kompasiana yang merupakan tenaga medis dan tulisannya bisa dipertanggungjawabkan, seperti Dokter Posma Siahaan, Dokter Ari F Syam, Dokter Andri, Dokter Meldy Muzada Elfa dan... (yang sering dikira dokter) Listhia H Rahman *
Deteksi informasi kesehatanmu, baru bagikan jika benar!
Salam,
Listhia H Rahman
https://www.kompasiana.com/listhiahr/59809a45b109c2689413b3d2/4-langkah-mudah-deteksi-hoax-informasi-kesehatan