Public Relations (PR) adalah sebuah profesi yang sudah terbangun berpuluh-puluh tahun lalu. Ilmu ke-PR-an sudah tertata begitu bagus dan mapan, serta diajarkan di berbagai Perguruan Tinggi, baik di Jurusan Komunikasi, maupun di sekolah-sekolah khusus ke-PR-an seperti London School of Public Relations. Namun, ilmu-ilmu yang sudah mapan itu kini harus diperbarui lantaran munculnya fenomena social media seperti Facebook, Twitter, Plurk, dan sebagainya.
Internet membuat kerja praktisi PR masa kini mengalami perubahan yang sangat luar biasa. PR masa kini bukan hanya harus lihai berhubungan dengan influencer, termasuk media, tetapi juga dituntut untuk fasih berhubungan langsung dengan konsumen. Dan kita semua paham, karakter konsumen maya sudah pasti tidak sama dengan karakter jurnalis, media atau industri media, atau karakter medium dan influencer lain.
Konsumen yang bergabung di social media tidak butuh bahasa yang manis dan formal ala siaran pers. Yang mereka butuhkan adalah juru bicara perusahaan yang mengerti kebutuhan mereka dan sekaligus merespon keluhan mereka secepat mungkin. Konsumen juga butuh seorang praktisi PR yang bisa berinteraksi langsung dengan mereka dan melakukan percakapan. Tentu saja, ini bukan pekerjaan mudah. Apalagi praktisi PR itu wajib “berbicara” sesuai brand personality yang diwakilinya.
Mengapa harus demikian? Sebab konsumen bebas berteriak di Internet. Produk yang mengecewakan atau cacat tak mudah ditutupi dengan taktik-taktik PR tradisional. Kita tidak bisa begitu saja mengancam dan membungkam mereka. Bahkan upaya membungkam akan menimbulkan gerakan melawan yang lebih kencang, bahkan mendapat dukungan dari konsumen lain yang merasa mendapat pengalaman yang serupa.
Bukan hanya perilaku konsumen yang berubah dengan adanya social media. Yang juga juga berpotensi memusingkan banyak praktisi PR adalah kecepatan perubahan medium di social media. Tiga tahun lalu Friendster merajalela di Indonesia. Namun sejak setahun Facebooklah yang menjadi fenomena. Jika sebelumnya Plurk mendominasi microblogging di Indonesia,kini giliran Twitter yang lagi dipuja-puja.
Nah, yang memusingkan para praktisi PR, perilaku konsumen di setiap media baru ini juga berbeda-beda, tergantung pada fitur yang menjadi andalannya. Apa boleh buat, praktisi PR juga harus berpacu melawan kencangnya laju perkembangan media online di soial media ini.
Tidak mengherankan bila sekarang sedang tren lowongan pekerjaan untuk posisi PR, terutama di konsultan dan agency, ditambahi dengan kualifikasi “familiar dengan social media, dan media online”.
Jika anda ingin tetap mengkilap di dunia ke-PR-an masa kini, saya rekomendasikan untuk segera memiliki kompetensi di tiga bidang di bawah ini:
MENGENAL PUBLIC RELATIONS DALAM TEORI DAN PRAKTEK
Istilah Public Relations (PR) atau yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai hubungan masyarakat (Humas) pastilah sudah dikenal luas. Fungsi humas juga dikenal luas di lembaga pemerintahan maupun perusahaan profit. Sebagai bagian penting yang tak terpisahkan dalam kegiatan rutin lembaga, PR terus dikembangkan dan luwes bergerak sesuai keadaan dan kebutuhan. Apa dan bagaimana Public Relations itu berkembang dan dilaksanakan ?Presiden Amerika Serikat Thomas Jefferson pertama kali mengenalkan istilah Public Relations (PR) di hadapan Konggres pada tahun 1807 (www.aboutpublicrelations.net). Dalam kenyataannya, banyak ahli percaya bahwa pemunculan istilah Public Relations (PR) ada dalam Year book of Railway Literature pada tahun 1897. Perang Dunia I juga membantu pengembangan PR sebagai sebuah profesi.
Beberapa praktisi PR seperi Ivy Lee, Edward Bernays dan Carl Byoir memulai pekerjaan mereka saat bergabung dengan “Committee on Public Information” atau juga yang dikenal dengan “Creel Byoir” yang mengatur publikasi selama Perang Dunia I. Banyak ahli sejarah percaya Ivy Lee merupakan praktisi PR pertama. Namun Erward Bernays lah yang diakui hingga sekarang sebagai peletak dasar profesi PR. Saat menggambarkan pengertian asli dari PR, Bernays mengatakan : “Ketika saya kembali ke Amerika Serikat, saya memutuskan bahwa jika Anda dapat menggunakan kata Propaganda untuk perang, Anda juga dapat menggunakannya untuk perdamaian. Dan propaganda menjadi sebuah kata yang buruk karena digunakan oleh Jerman. Karenanya saya mencoba menemukan kata lain Dewan dalam Public Relations.”
Pada tahun 1950, Public Relations Society of America (PRSA) mengemukakan standar profesional untuk praktek PR yang pertama. Dalam standar itu termaktub beberapa prinsip PR seperti pembelaan, kejujuran, keahlian, kebebasan, kesetiaan dan keterbukaan. Selain itu juga memperhatikan kebebasan arus informasi, persaingan sehat, menjaga kepercayaan serta pengembangan profesi.
Ahli PR Scott Cutlip, Allen Center dan Glen Broom menggambarkan proses PR dalam empat tahapan (1994). Pertama adalah mengidentifikasi dan menentukan masalah hubungan dengan khalayak menggunakan analisa SWOT (Strength, weakness, opportunities, threats). Secara singkat, tahapan ini harus mampu menjawab pertanyaan “apa yang sedang terjadi sekarang?”
Tahap kedua adalah merencanakan strategi yang akan dilakukan untuk mengatasi keadaan. Proses ketiga adalah menjalankan strategi yang telah ditentukan dan mengkomunikasikan dengan khalayak. Terakhir, harus dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi PR. Seberapa dalam dan luas dampak pelaksanaan strategi itu mempengaruhi pendapat umum terhadap citra positip lembaga.
Model proses lain yang dikembangkan Sheila C Crifasi (2000) menggunakan akronim ROSIE. Akronim itu mendefinisikan lima tahap proses yakni Research, Objectives, Strategies, Implementation and Evaluation. Sedangkan Dr. Kathleen S Kelly menjelaskan lima tahapan yakni Research, Objectives, Program, Evaluations and Stewardship.
Para profesional PR menggunakan metode yang berbeda untuk menganalisa hasil pekerjaan mereka. Metode yang sama digunakan untuk mendefinisikan media komunikasi mana yang akan digunakan dalam proses dan strategi PR. Selain itu alat apa yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan seperti press release, brosur, web site, paket media, video berita, konferensi pers maupun penerbitan media internal lembaga.
Teknik dan Metode
Praktek PR modern mengenal teknik dan metode yang baku dalam menjalankan fungsinya
Sebuah teknik dasar yang digunakan dalam PR adalah mengidentifikasi khalayak sasaran dan menjalin setiap pesan yang menarik bagi khalayak itu. Khalayak disini bisa masyarakat umum, ditingkat nasional maupun internasional.
Pesan yang disampaikan oleh PR bisa dalam bentuk press release. Press release adalah sebuah pernyataan tertulis yang disebarluaskan ke media massa. Bentuk ini merupakan alat dasar dari kegiatan PR. Untuk menyusun press release, ada aturan 5 W 1 H yang harus dimuat didalam paragrap-paragrap sebagai sebuah fakta penting. Yaitu What yang menjelaskan kejadian atau peristiwa apa yang akan disiarkan. Who memaparkan siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Kapan (When) kejadian itu berlangsung dan dimana (Where) serta latar belakang mengapa (Why) peristiwa itu terjadi. Sedangkan perincian peristiwa itu terjadi dan bagaimana (How) peristiwa itu berlangsung.
Kemajuan teknologi informasi yang memunculkan teknologi internet membuat PR juga memanfaatkan kelebihan internet menyebarluaskan press release. Salah satu bentuknya adalah penggunaan Newsroom. Trend atau kecenderungan mengoptimalkan teknologi internet ini merupakan bagian dari bentuk baru dari press release.
Newsroom mampu menampilkan lebih banyak press release dalam waktu lebih singkat dan dengan tampilan yang enak dipandang mata. Karenanya muncul pula bentuk baru yang lebih lengkap dari hanya sekadar teks dan photo. Press release dalam format video (video news releases) dan audio news releases dapat menampilkan informasi yang lebih lengkap dan menarik yang dapat dimanfaatkan khalayak termasuk pekerja pers. Pada kondisi ini, peran PR akan lebih sangkil mendukung citra lembaga yang diwakili PR.
Kesimpulannya, fungsi PR dalam menjalin hubungan baik dengan khalayak umum akan lebih mudah dilakukan bila memahami teknik, taktik dan metode PR.
sumber:http://nurmakhal.blogspot.co.id/2017/04/artikel-kehumasan.html