8970900930
prokomsetda@bulelengkab.go.id
Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan

Aspek-aspek Hukum dan Etika dalam Aktivitas Public Relations Kehumasan

Admin prokomsetda | 10 April 2018 | 77339 kali

Pendahuluan membahas uraian singkat mengenai seluk beluk public relations atau kehumasan. Secara garis besar, ada empat hal indikator keberhasilan seorang humas dalam tugasnya, yaitu profesionalisme, kode etik/etika, moral dan aspek-aspek hukum yang dijadikan acuan. (Halaman 21)

Di halaman 21-22, diberikan berbagai definisi public relations menurut berbagai sudut pandang. Definisi public relations menurut Institute of Public Relations, Inggris adalah: “Kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, direncanakan, dan berlangsung secara berkesinambungan untuk membina dan mempertahankan saling pengertian antara suatu organisasi dengan masyarakat.” Menurut Frank Jefkins, dalam bukunya mengatakan bahwa “Public relations merupakan segala bentuk komunikasi terencana ke luar dan ke dalam antara sebuah organisasi dengan masyarakat untuk tujuan memperoleh sasaran-sasaran tertentu yang berhubungan dengan saling pengertian (mutual understanding).” Sedangkan menurut para pakar humas adalah “Gabungan antara seni dan ilmu sosial yang dapat menganalisa kecenderungan- kecenderungan dan meramalkan akibatnya.”

Intinya, dalam mengemban tugas sebagai humas/praktisi public relations (PRO) harus menjaga perasaan orang lain dan tidak merugikan pihak mana pun.

 

Bab 1 – Etika terdiri atas empat sub-bab, yaitu Tinjauan Teori; Pemahaman Etika dan Moral; Kaidah Dasar Moral; dan Macam Etika.

Etika memiliki beberapa teori namun pada dasarnya etik atau etika berhubungan dengan apa yang dianggap baik dan buruk dalam masyarakat. Namun, pendefinisian etika tidak sesederhana itu karena etika merupakan cabang ilmu filsafat yang berkaitan dengan nilai dan sikap yang berpedoman pada asas-asas nilai moral yang berbudi luhur dan tinggi.

Etika adalah genusnya, sedangkan spesiesnya adalah etik, kode etik (code of conduct), dan etiket (etiquette) yang merupakan tata krama dalam pergaulan. Sesuai dengan perkembangan zaman, kode etik terus berkembang sesuai dengan pertumbuhan di berbagai bidang profesi yang memerlukan kode etik sebagai pedoman acuan dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Seperti adanya kode etik perbankan, kode etik jurnalistik, kode etik publikasi, kode etik periklanan, kode etik bisnis, dan kode etik lingkungan. (Halaman 25)

Etika sangat diperlukan dalam kehidupan dan diperkuat dengan hukum yang mengatur dan menertibkan dalam menjalankan tugas dan fungsi bagi setiap profesi atau bidang tertentu. Kalau tidak, maka manusia bisa saling bersaing dan menjatuhkan, masing-masing berupaya keras dengan berbagai cara guna mencapai tujuan dan memenangkan persaingan. Lebih parah lagi, bila manusia tidak lagi mengindahkan etika dan norma-norma hukum, hal ini bisa menimbulkan suatu bencana – homo homini lupus – ‘manusia menjadi srigala bagi sesamanya’ dengan menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuan sepihak, tanpa melihat keseimbangan (equilibrium) antara hak dan kewajiban, materi dan spiritual, individual dan golongan, serta pribadi dan masyarakat lainnya. (Halaman 26)

Singkat kata, etika menjadikan manusia menjadi manusia yang sebenarnya jika ia menjadi manusia yang etis. Etika terdiri dari dua macam, yaitu etika deskriptif dan etika normatif; dan tiga pertanyaan dasar etika, yaitu apa yang benar? Apa yang baik? Dan apa yang adil?

Norma terdiri dari dua, yaitu norma umum (non-hukum/norma moral) dan norma khusus (hukum/kode etik). Keberlakuan norma dalam aspek kehidupan dibagi menjadi dua, yaitu aspek hidup pribadi (individual) dan aspek hidup antarpribadi (bermasyarakat).

 

Bab 2 – Kode Etik Profesi terdiri atas Dimensi Etis dari Public Relations; Kode Etik PR; dan Hukum, Etika, dan Citra Era Globalisasi.

Profesi memerlukan kode etik dalam menjalankan tugasnya. Apa perbedaan antara kode etik dan profesionalisme?

Kode etik adalah untuk menggugah kesadaran dalam melaksanakan profesi tertentu sesuai dengan kode etiknya. Sedangkan profesionalisme adalah seseorang yang menyandang suatu profesi yang melakukan suatu keahlian (skill) yang tinggi dan pekerjaan pada purnawaktu, memiliki otonom, dan profesi tersebut merupakan sumber penghasilannya. (Halaman 31)

 

Apa itu Dimensi Etis dari Public Relations?

Dimensi etis public relations sebagai profesional yang tugas dan fungsinya mewakili suatu lembaga atau perusahaannya, bertumpu sebagai mediator atau komunikator dalam menyampaikan pesan, informasi tentang semua aktivitas atau ide program kerjanya berisnggungan dengan dimensi etik publikasi (ethics of publication), etik jurnalistik, etik periklanan (ethics of advertising), etik bisnis (ethics of business), dan etik pemasaran (ethics of marketing). Dalam bekerjasama, membina hubungan yang harmonis dan mencegah kemungkinan terjadinya rintangan (barrier) dengan pihak-pihak terkait lainnya secara ethics of public relations officer. (Halaman 32-33)

Untuk membina hubungan baik dengan pihak-pihak terkait tesebut dalam rangka membangun perspesi dan citra positif (postive image), terlebih dahulu mempunyai tujuan yang baik (good will), saling mempercayai satu sama lain (mutual confidence), saling menghargai (mutual appreciation), saling pengertian antar kedua belah pihak (mutual understanding), dan memiliki rasa toleransi. (Halaman 33)

Lalu, apa fungsi public relations? Penulis mengutip pendapat Allan C. Filey dan Ralph Currier Davis dalam bukunya Principle of Management mengatakan bahwa public relations dikatakan berfungsi apabila public relations itu menunjukkan kegiatan yang jelas dan dapat dibedakan dari kepentingan lain. Kesimpulannya, public relations harus menunjukkan kegiatan tertentu (action), kegiatan tersebut jelas (activities), berbeda jenis kegiatannya dengan pihak lain (difference), dan ada kepentingan tertentu yang terarah (important things). (Halaman 33)

Dalam melakukan tugasnya, praktisi public relations berpijak pada paradigmatik komunikasi yang terdiri dari lima komponen dan berbunyi: “Who says what in which channel to whom with what effect.” Paradigmatik komunikasi ini pertama kali dikemukakan oleh Harold D. Lasswell.

  1. Who says = siapa yang mengatakan --> komunikator.
  2. Says what = mengatakan apa --> pesan.
  3. In which channel = melalui saluran apa --> media cetak/elektronika.
  4. To whom = kepada siapa --> komunikan.
  5. With what effect = dengan efek apa --> efek/dampak.

 

Dengan adanya seorang praktisi public relations, harapannya kesan baik akan ditangkap oleh masyarakat. Proses transfer pada public relations diantaranya:

Permusuhan (hostility) --> simpati (sympathy)

Prasangka (prejudice) --> penerimaan (acceptance)

Ketidapedulian (apathy) --> berminat (interest)

Ketidaktahuan (ignorance) --> pemahaman (knowledge)

 

Pubic relations juga berkaitan erat dengan pemasaran karena produk dan jasa yang ditawarkan membutuhkan pengakuan dari masyarakat sebagai konsumen agar memperoleh pasar. Persaingan yang ketat inilah memicu penggunaan “gimmick” periklanan yang membuat konsumen ‘dipaksa’ menerima produk dengan informasi yang menyesatkan sehingga masyarakat terkecoh. Tak heran jika masyarakat sudah jenuh dengan iklan karena merasa ditipu alias menjadi korban iklan. Untuk itulah perusahaan atau agen periklanan harus menjaga citra dengan tetap memegang etik profesi.

Sebelum memberikan gambaran singkat mengenai Kode Etik PR Internasional, sebaiknya perlu diketahui perbedaan antara citra, penampilan, dan etika. Citra adalah cara masyarakat memberikan kesan terhadap diri kita; penampilan adalah bagaimana keadaan diri kita yang seharusnya; dan etika adalah acuan bagi tindakan yang baik dan benar dalam menjalankan profesi, tugas, dan fungsi public relations.

Dalam Kode Etik IPRA (International Public Relations Association) mencakup (1) kode tingkah laku; (2) kode moral; (3) menjunjung tinggi standar moral; (4) memiliki kejujuran yang tinggi; (5) mengatur apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh praktisi public relations.

Era globalisasi identik dengan kemajuan teknologi, jadi pembahasan sub-bab Hukum, Etika, dan Citra Era Globalisasi membahas mengenai dampak kemajuan teknologi terhadap public relations (kehumasan). Sejak perkembangan teknologi semakin maju, peningkatan perlindungan semakin diperkuat secara hukum, etika, dan citra, serta hak atas kekayaan intelektual (HAKI) yang mencakup hak cipta (copy rights), hak merek (trade mark), hak paten (patent) seperti mengenai desain produk industri (industrial design), lingkaran elektronika terpadu (integrated circuit), dan rahasia dagang (trade secrets).

 

Bab 3 – Hukum dan Etika membahas tentang prinsip hukum dan etika. Pada dasarnya, hukum dan etika landasannya sama, yaitu berakar dari moral dan sumber segala hukum pada falsafah Pancasila. Hukum sendiri berasal dari etika yang merupakan cabang dari filsafat moral yang mengacu pada nilai-nilai universal kebaikan.

Definisi hukum sangat luas, namun dalam buku ini yang dibahas adalah hukum yang berhubungan dengan tugas dan fungsi public relations. Hukum bersifat memaksa (imperatif), secara a priori harus ditaati, dan segala bentuk pelanggaran akan mendapatkan sanksi sesuai aturan yang berlaku dan telah disepakati. Sedangkan etika bersifat longgar, boleh ditaati dan tidak, dan segala bentuk pelanggaran etika dikenakan sanksi moral atau sosial.

Sub-bab dalam bab 3 membahas tentang Kesamaan Kode Etik dan Hukum; Kaidah Hukum yang Berlaku; Penyimpangan terhadap Kaidah Hukum; Aspek-aspek Hukum dalam Komunikasi; dan Hukum-hukum Opini Publik.

Etika/kode etik dan hukum memiliki fungsi yang sama di lapangan (secara de facto), yaitu bertujuan menjaga ketertiban dan keamanan serta kepastian bagi kepentingan individual maupun kelompok dalam masyarakat. Namun secara de jure, hukum berfungsi menjamin kepastian secara hukum seperti menyangkut antara hak dan kewajiban.

Mengenai Kaidah Hukum yang Berlaku dalam masyarakat, F.C. Von Savigny mengatakan bahwa, “hukum tidak dibuat, melainkan dibentuk berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hukum itu timbul dan tenggelam bersama masyarakat.” Jadi, hukum dibentuk dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan sekaligus juga merupakan perwujudan dari nilai suatu bangsa. Mengenai persoalannya, hulu, berkisar pada masalah hak dan kewajiban beserta pembahasannya (rightsobligations, dan restrictions). Singkat kata, kaidah bersumber dari hasrat hidup yang pantas, yaitu kehidupan yang tertib dan tenteram.

Penyimpangan terhadap Kaidah Hukum mempunyai dua segi, yaitu pengecualian dan penyelewengan. Pengecualian diberlakukan ketika ada orang yang terjepit keadaan sehingga harus melakukan pelanggaran seperti kasir yang menyerahkan uang ke perampok agar nyawanya selamat. Sedangkan penyelewengan jika seseorang memang sengaja melakukan penipuan atau penyalahgunaan sehingga harus dikenakan sanksi.

Fungsi hukum dalam komunikasi dijabarkan dalam kutipan di halaman 52 sebagai berikut: Untuk mengantisipasi tantangan menghadapi era globalisasi di bidang informasi, yang mampu menerobos batas-batas wilayah suatu negara dan sulit untuk dibendung, mau tidak mau dibutuhkan penyesuaian seperangkat etik profesi (ethics of profession) dan aspek-aspek hukum dalam kegiatan komunikasi di berbagai bidang untuk menghadapi sistem tata hukum internasional, perdata, pidana, perekonomian, dan politik dalam era globalisasi. Termasuk bidang jurnalistik, periklanan, publikasi, dan public relations. (Halaman 52)

Hukum-hukum Opini Publik membahas secara singkat mengenai perbedaan antara public relations dan hubungan masyarakat (humas). Penulis mengutip pendapat Drs. Djafar H. Assegaf yang lebih suka menggunakan istilah “opini publik” daripada “pendapat umum” dengan alasan kata “umum” memiliki arti luas dan banyak, sehingga tidak spesifik untuk menunjuk kepada kelompok tertentu yang mewakili khalayak. Sedangkan istilah “publik” memiliki arti terbatas dan spesifik untuk menjadi khalayak sasaran (target audience) tertentu. Secara de facto (di lapangan), istilah humas menunjuk pada kalangan departemen kedinasan pemerintah (BUMN) sedangkan istilah public relations menunjuk pada lembaga milik swasta.

Apa tujuan memperoleh opini publik dalam kehidupan? Tujuannya agar memperoleh kekuatan massa sehingga dengan mudah menekan dan memperoleh apa yang diinginkan. Caranya, suatu negara atau kelompok harus menguasai jaringan informasi dunia seperti media massa dan teknologi informasi; dan harus mampu membuat dunia terpana dengan keberhasilan yang ditampakkan. Hal ini pernah diaplikasikan oleh Amerika Serikat melalui konsensus WASP (White Anglo-Saxon Protestant).

Ada empat cara untuk mampu menggalang opini publik, yaitu tekanan (pressure), membeli (purchase), bujukan (persuasion), dan ancaman (threat). Dalam praktiknya, public relations paling sering melakukan pembujukan, yaitu membentuk dan merekayasa opini publik dan menggalang opini publik yang sudah ada. Hukum opini publik terbentuk dari penggalangan opini dari masyarakat/publik sehingga untuk memahami hukum opini publik harus mampu mengetahui cara menggalang opini publik.

 

Bab 4 – Hukum yang Berlaku di Indonesia pada mulanya mengacu pada hukum peninggalan Belanda, seperti KUH Perdata sejak 1 Mei 1884 (Burgelijk Wetboek), KUH Pidana (Wetboek van Strafrecht) yang berlaku sejak 1 Januari 1918, dan KUH Dagang (Wetboek van Koophandel). Secara praktik, dikenal istilah hukum sipil (privat) dan hukum publik.

Indonesia menganut hukum pluralisme baik hukum tertulis (statute law) maupun hukum yang tak tertulis (hukum adat). Hukum peninggalan Belanda disebut sistem hukum Eropa Benua atau berasal dari Romawi-Jerman (civil law system). Sedangkan hukum yang biasa digunakan dalam dunia bisnis internasional berasal dari Inggris-Amerika Serikat (Anglo Saxon) yang dikenal sebagai common law system. Sistem hukum common law tidak kaku seperti sistem hukum civil lawyang tertulis dalam kitab karena sistem hukum common law berdasarkan kaidah keputusan hakim atau pengadilan pada kasus konkret yang terjadi di lapangan sehingga sistem hukum ini mempunyai fleksibilitas tinggi terhadap perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman.

Semakin banyak hukum, semakin banyak ketidakadilan. Yang pasti, sistem tata hukun di Indonesia hanya mengacu pada Pancasila (staats fundamental norm) sebagai landasan idiilnya dan UUD ’45 (staats grundgesetze) sebagai landasan konstitusionalnya.

Bab 4 terdiri atas enam sub-bab, diantaranya Hukum Keperdataan; Unsur Aspek Hukum Konsultan PR; Hubungan Konsultan dan Klien; Perbuatan Melanggar Hukum Hak Merek dan Cipta; Perlindungan Hukum Hak Cipta, Merek, dan Paten; dan Risiko Kelalaian dan Kerugian.

Kaidah hukum merupakan suatu norma yang mengatur tentang sikap dan perilaku manusia di dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya suatu kehidupan yang tertib, tenteram, dan teratur. Ada tiga macam kaidah hukum, yaitu:

  1. Kaidah hukum yang bersifat suruhan (gebod).
  2. Kaidah hukum yang bersifat larangan (verbod).
  3. Kaidah hukum yang bersifat kebolehan (mogen).

Hukum perdata memiliki tiga sifat di atas. Buku ini membahas tentang perjanjian (perikatan) karena aspek-aspek hukum inilah yang paling banyak terkait dengan tugas dan fungsi public relations untuk membuat kontrak bisnis, perjanjian, dll.

Perbedaan hukum perjanjian dan perikatan, yaitu dalam pengertian perjanjian lebih sempit daripada perikatan. Pengertian hukum perikatan (verbintenis) lebih luas karena timbul dari persetujuan atau kontrak, dan akibat dari perbuatan yang melanggar hukum. (Halaman 63) Tak salah jika hukum perdata berkaitan erat dengan perjanjian. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1321, KUH Perdata yang menyatakan, “Persetujuan tidak mempunyai nilai, apabila diberikan karena salah pengertian atau dipaksakan atau diperoleh melalui tipu daya.”

Dalam praktek lapangan pada sistem manajemen perusahaan dikenal dua kelompok profesi public relations (kehumasan) dalam memberikan jasa pelayanannya, yaitu konsultan PR (PR consultant) dan PR organik (organizer PR).

Hubungan Konsultan dan Klien dari sudut hukum perdata terjadi karena dua hal, yaitu berdasarkan perjanjian (ius contractu) dan berdasarkan undang-undang (ius delicto).

Perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad) yang telah diatur dalam Pasal 1365, KUH Perdata sangat penting dalam lalu lintas hukum yang berkaitan dengan aktivitas dalam kehumasan. Pasal 1365 KUH Perdata merupakan senjata yang ampuh atau jalur hukum terakhir yang ditempuh untuk menuntut pihak-pihak yang lalai tersebut dan masalah perdata yang menyangkut materi hukum lainnya seperti Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang secara khusus mencakup UU Hak Cipta, Merek, dan Paten.

Merek, logo, dan nama produk atau perusahaan yang belum didaftarkan tidak akan mendapat perlindungan hukum jadi hak merek dan hak cipta menganut asas konstitutif. Pemerintah telah menerbitkan perangkat peraturan dan perundang-undangan di bidang perlindungan Hak Atas Kekayaa Intelektual (HAKI) seperti di bidang hak cipta UU No. 7/1987, hak paten UU No. 6/1989, dan hak merek berdasarkan UU No. 19/1992. Ketiga UU itu berkaitan erat dengan Inttelectual Property Rights yang bernaung di bawah bendera PBB, yaitu World Intellectual Property Organization (WIPO) dan World Trade Organization (WTO).

Kelalaian merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari dalam public relations. Demi melindungi suatu perjanjian dan menghindari sengketa di kemudian hari atau untuk memudahkan suatu penyelesaian perselisihan tersebut, sebelumnya atau seharusnya para pihak yang mengadakan perjanjian secara tegas menetapkan suatu perjanjian tentang risiko. Pasal 1366 tentang tanggungjawab atas kerugian berbunyi:

“Setiap orang tidak bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan karena tindakan-tindakannya, tetapi juga terhadap kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati.”

 

Bab 5 – Aspek-aspek Hukum Kepidanaan membahas tentang kaitan antara hukum dan etika. “Etis tidak relevan dengan tindak pidana”, menurut Prof. Oemar Seno Adji, S.H. Artinya, apa yang benar menurut etika belum tentu benar di mata hukum, begitu pula sebaliknya.

Hukum mengenal pelanggaran (overtredingen), yaitu suatu contoh dalam kegiatan kehumasan atau bidang profesi lainnya, seperti kewartawanan dan periklanan, yang dalam kegiatan maupun fungsinya banyak menyangkut sanksi pidana dan bukan karena nilai-nilai norma atau etik profesi bersangkutan yang terdapat di dalamnya. (Halaman 75)

Ada dua aliran yang melatarbelakangi hubungan antara etik dan hukum, yaitu aliran positivisme dan naturrecht. Aliran positivisme mengenal pemisahan antara hukum dan etika sedangkan aliran naturrecht tidak. Indonesia menganut aliran naturrecht. Hal ini dapat dilihat dari bentuk iklan yang ditampilkan. Di Indonesia, iklan tidak akan memuat unsur pronografi atau semi-pornografi karena sebagian masyarakat masih memegang teguh adat istiadat dan nilai keagamaan. Apa yang melanggar etika, sama saja melanggar hukum. Pelaksanaan dan implikasi antara etika dan hukum sama secara yuridis. Jadi, ada pertemuan yang kuat antara etik, moral, dan hukum. Singkat kata, semua hal-hal yang berbau pornografi atau asusila dianggap tabu untuk dipertontonkan.

Ada sembilan sub-bab yang akan dibahas di bab 5, yaitu Restriksi Pembahasan Hukum; Wartawan-Pers; Aspek Hukum Bidang Periklanan; Aspek Perlindungan Hukum Konsumen; Pengawasan Periklanan Obat; Aspek Hukum Bidang Kehumasan; Pelanggaran terhadap Kehormatan dan Nama Baik; Tanggungjawab Pidana; dan Pelanggaran dalam Dunia Bisnis.

Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1995 dan sebagian isinya kurang relevan dengan situasi hari ini. Aturan hukum, undang-undang, dan kondisi sosial yang dijabarkan sudah tidak berlaku lagi, namun buku ini masih layak baca bagi siapapun yang ingin terjun di bidang kehumasan terutama wajah kehumasan di tahun 1990-an.

 Penulis: Rosady Ruslan

sumber: http://zoetmeisje.doodlekit.com/blog/entry/3807671/hukum-etika-dan-kehumasan