Menulis pekerjaan yang gampang-gampang susah. Gampang karena tinggal menuliskan apa yang terlintas di kepala Anda. Susah untuk menjadikannya menarik dan mudah dibaca.
Terus terang saya tidak pernah belajar menulis secara khusus. Apalagi ikut kelas penulisan atau sejenisnya. Ilmu yang saya pakai sederhana. Biarkan ide mengalir lalu tuliskan segera. Bahasa kerennya, keep your hand moving.
Walaupun demikian, semakin sering menulis, Anda akan menyadari perbedaan antara tulisan berkualitas dan tidak. Anda juga mulai bisa membedakan dengan jelas mana tulisan yang mudah dimengerti dan mana yang harus mengernyitkan dahi.
Beruntung saya menemukan buku “Kalimat Jurnalistik – Panduan Mencermati Penulisan Berita” karangan A. M. Dewabrata, seorang mantan redaktur senior koran Kompas. Tulisan beliau membuka wawasan baru buat saya terutama memahami mengapa berita atau artikel di media massa ditulis dengan prinsip-prinsip dasar tertentu.
Meskipun buku ini sangat dekat dengan penulisan berita yang menjadi sarapan sehari-hari para jurnalis, namun saya merasakan sangat aplikatif dan bisa diterapkan dalam bentuk tulisan lainnya. Termasuk buat Anda yang suka menulis blog.
Berikut intisari buku tersebut dalam 7 poin utama:
Sebuah tulisan terutama yang bersifat berita haruslah jernih sekaligus komunikatif. Jernih dalam arti mudah dipahami dan tidak menimbulkan multi tafsir. Komunikatif dalam arti mampu berbicara kepada pembaca yang tidak menyaksikan langsung sebuah kejadian.
Karena itu, tulisan harus dibuat runtut, sesuai nalar, dan menggunakan bahasa yang lazim dipakai masyarakat banyak. Dengan cara tersebut, pembaca akan mudah mengerti dan mengambil kesimpulan dari berita/artikel/tulisan yang dibaca. Termasuk di dalamnya menggunakan kalimat yang singkat dan efektif.
Masih ingat dengan pelajaran bahasa Indonesia dulu? Salah satu bagian yang paling saya ingat adalah struktur S-P-O-K (Subjek, Predikat, Objek, Keterangan). Inilah susunan baku dalam bahasa kebanggaan kita.
Walaupun demikian, sebuah tulisan jurnalistik boleh mengabaikan susunan tersebut. Ini dilakukan dengan alasan utama untuk menjernihkan maksud dari sebuah kalimat.
Jika kalimat hanya sesederhana “Saya membeli buku di pasar.” tentu tidak sulit memahaminya. Akan tetapi jika sudah beranak cucu bahkan cicit akan sulit dipahami pembaca.
Salah satu tips penting adalah menempatkan keterangan dekat dengan yang diterangkan. Atau Anda juga bisa mengubah posisi keterangan di depan.
Berikut contoh yang saya kutip dari buku tersebut: “Saya dan sanak saudara dari ibuku membersihkan kebun dari pagi hingga siang sedangkan adikku bersama teman-temannya dari Akademi Perhotelan Alengkadiraja makan nasi goreng dan minum sirup jambu kemarin di rumah nenek dekat warung Nyak Arum.”
Perhatikan bahwa “kemarin” dan “di rumah nenek dekat warung Nyak Arum” adalah keterangan waktu dan keterangan tempat yang berfungsi menjelaskan seluruh kejadian. Namun kalimat tersebut berpotensi salah tafsir ketika pembaca mengira hanya “adikku bersama teman-temannya yang berada di rumah nenek”. Sedangkan “saya dan sanak saudara membersihkan kebun entah di mana.”
Secara sederhana kalimat tadi bisa diperbaiki:
“Kemarin, di rumah nenek dekat warung Nyak Arum, Saya dan sanak saudara dari ibuku membersihkan kebun dari pagi hingga siang sedangkan adikku bersama teman-temannya dari Akademi Perhotelan Alengkadiraja makan nasi goreng dan minum sirup jambu.”
Kemungkinan pembaca tersesat menjadi lebih kecil. Dengan mudah pembaca akan mengetahui bahwa kemarin di rumah nenek yang kebetulan dekat warung Nyak Arum ada dua kejadian. Kejadian pertama saya membersihkan kebun bersama saudara. Dan kejadian kedua adikku makan nasi goreng dan minum sirup jambu bersama temannya.
Membaca adalah proses mencerna dan memahami. Terdapat nalar dan logika di sana. Seorang penulis yang baik akan membuat tulisan yang sesuai nalar dan logika. Diantaranya adalah hubungan sebab akibat yang secara langsung atau tidak langsung terdapat dalam sebuah kalimat.
Perhatikan contoh berikut: “Politisi sipil sekarang banyak yang mengincar militer untuk dicalonkan menjadi kandidat presiden. Ini membuktikan gagalnya pemerintahan sipil.”
Kalimat pertama mungkin sudah benar. Tapi kalimat kedua terasa tidak “nyambung”. Apakah banyaknya calon dari militer mengindikasikan gagalnya pemerintahan sipil? Belum tentu. Bisa ya, bisa tidak. Ada logika yang tidak lengkap di sana.
Sebuah tulisan harus akurat, terlebih jika menulis berita yang dijadikan rujukan banyak pembaca. Bayangkan jika Anda menulis berisi fakta yang salah, maka kredibilitas akan dipertaruhkan.
Tidak hanya itu, fakta yang tidak akurat bisa membuat informasi dipahami dengan keliru. Akibatnya sebuah berita bukannya menjernihkan permasalahan, malah membuat semakin keruh.
Jadi, jika Anda menulis menggunakan fakta dan data, pastikan terlebih dahulu kebenarannya. Jika ragu, konsultasikan kepada pemilik fakta dan data.
Jangan lupa berikan atribusi kepada sumber berita agar pembaca mengetahui siapa yang mengatakan dan dalam konteks apa dikatakan. Ini penting untuk menjadi penulis yang bertanggung-jawab.
Termasuk jika Anda mengutip dari buku atau blog lain, cantumkan sumber rujukan yang dipakai.
Masih ingat pelajaran ini? Diterangkan-Menerangkan atau Menerangkan-Diterangkan? Secara umum bahasa Indonesia menggunakan pola Diterangkan Menerangkan. Frasa “rumah makan” adalah rumah tempat orang makan. “Rumah” adalah kata yang diterangkan sedangkan “makan” berfungsi menerangkan rumah seperti apa yang dimaksud.
Namun dalam kalimat tulisan dan berita hukum DM bisa lebih rumit ketika yang bergabung tidak hanya kata+kata seperti contoh di atas. Bisa juga yang terjadi adalah kata+frasa, kata+klausa, frasa+frasa, klausa+klausa, atau kombinasi lainnya.
Ketika ini terjadi maka tak jarang pembaca menjadi tersesat dalam sebuah kalimat. Untuk itu tempatkanlah sesuatu yang menerangkan dekat dengan yang diterangkan.
Jika perlu, tempatkan yang menerangkan di depan yang diterangkan jika hal tersebut menghindari kerancuan.
Kata “kecuali” berfungsi menyisihkan sesuatu dari kelompok. Sedangkan kata “tidak” berfungsi menegasikan sesuatu.
Perhatikan contoh sederhana berikut:
“Saya bersedia kau ajak ke mana saja, kecuali ke tempat judi.”
“Kecuali ke tempat judi, saya bersedia kau ajak ke mana saja.”
Kedua kalimat bisa dipakai dan mudah dipahami. Akan tetapi secara kejernihan, kalimat kedua lebih baik. Alasannya, pada bagian pertama kalimat disebutkan saya bersedia diajak ke mana saja. Ini menunjukkan sebuah cakupan. Kemudian dikecualikan tempat judi. Dengan demikian seolah-olah saya mau kemanapun, lalu dikecualikan tempat tertentu.
Pada kalimat kedua sesuatu yang dikecualikan sudah disisihkan di awal. Kemudian sisanya baru menyebutkan kesediaan untuk kemana saja selain yang sudah disisihkan di awal tadi.
Perhatikan contoh berikutnya:
“Saya tidak suka naik mobil sedan berwarna merah.”
Sepertinya kalimat tersebut mudah. Namun bisa menciptakan multi interpretasi:
Saya tidak suka naik mobil sedan, tapi mau naik mobil jenis lainnya.
Saya hanya tidak suka naik mobil sedan yang berwarna merah, tapi mau naik sedan yang berwarna lain.
Untuk itu tempatkan kata “tidak” sedekat mungkin dengan yang dinegasikan. Prinsip umum kata “tidak” atau “bukan” menegasikan sesuatu yang terdekat setelah kata itu.
Kalimat di atas bisa diperbaiki sesuai maksud sebenarnya yang dikendakai penulis misal:
Saya mau naik mobil bukan sedan berwarna merah (mungkin mau naik truk dan warnanya apa saja).
Saya mau naik mobil sedan bukan berwarna merah (mungkin mau naik sedan berwarna putih atau hitam).
Pemilihan Kata (diksi) sangat penting untuk memberikan “rasa” atas apa yang dituliskan. Dalam konteks penulisan, pemilihan kata didasarkan untuk memperjelas, memperkuat dan membuat efektif apa yang ditulis. Pemilihan kata sebaiknya juga sesuai dengan nalar umum.
Oleh karena itu frasa “tambah pendek” kurang pas dengan nalar. Bagaimana mungkin sesuatu yang bertambah menjadi pendek bukannya panjang? Frasa makin pendek atau memendek akan lebih tepat.
Kata “mengatakan” memiliki padanan diantaranya: menyebutkan, menyampaikan, mengungkapkan, menjawab, menyatakan, membenarkan, menegaskan dan sebagainya. Lalu mana yang harus dipilih?
Pilihlah yang memiliki makna paling dekat. Jika yang dikatakan bersifat memperkuat apa yang sudah diketahui sebelumnya, bisa menggunakan kata “menegaskan”.
Jika sesuatu yang dikatakan mengangkat ke permukaan apa-apa yang sudah dilupakan atau diabaikan orang, maka pilihlah “mengungkapkan”.
Jika yang dikatakan berupa jawaban atas sebuah pertanyaan, gunakan kata “menjawab”.
Dengan cara ini, pembaca akan dapat menangkap lebih jelas pesan yang dimaksud seorang penulis.
Itulah tujuh poin menulis ala jurnalis yang dapat Anda pelajari dari buku Kalimat Jurnalistik. Ada banyak pelajaran berharga dari buku tersebut yang bisa Anda pelajari untuk menulis lebih baik dan lebih jernih.
Semoga bermanfaat buat Anda semua para jurnalis, penulis, blogger dan pembaca di manapun berada. Mari jadikan setiap tulisan lebih jernih dan bermakna.
sumber: https://www.muhammadnoer.com/tips-belajar-menulis-jurnalis/