Proses awal penggunaan dana hibah pariwisata pada tahun 2020 sudah mengikuti petunjuk teknis (juknis) yang ditetapkan.
“Kami sudah mengikuti juknis yang ada dari awal dana hibah tersebut diterima,” ucap Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng Gede Suyasa saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (15/2).
Suyasa menjelaskan bahwa Buleleng menerima dana hibah pariwisata dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Itu berdasarkan Surat Menteri Keuangan (Menkeu) RI Nomor : s-244/MK.7/2020 tanggal 12 Oktober 2020 mengenai penetapan pemberian hibah pariwisata tahun anggaran 2020. Dana dianggarkan sebesar Rp13,4 miliar. Sesuai juknis yang dikeluarkan, dana yang dianggarkan dibagi dua. Satu untuk hibah hotel dan restoran sebesar 70 persen yaitu Rp9,3 miliar dan kedua untuk kegiatan operasional dalam bentuk program kegiatan sebesar 30 persen yaitu sekitar Rp4 miliar. “Dalam 30 persen tersebut ada kegiatan pengawasan dan pendampingan verifikasi data calon penerima hibah oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Dana itu ditaruh di Inspektorat. Angkanya Rp117 juta,” jelasnya.
Hibah kepada wajib pajak sektor pariwisata yaitu hotel dan restoran sebesar 70 persen merupakan belanja tidak langsung. Karenanya, dialokasikan di Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD). Untuk bisa mencairkan, diperlukan Surat Keputusan (SK) Bupati. Sebelum itu, karena sudah memasuki penetapan APBD perubahan, maka diterapkanlah Peraturan Bupati (Perbup) Buleleng Nomor 57 tahun 2020 tentang perubahan kedelapan Perbup Buleleng Nomor 67 tahun 2019 tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2020 tanggal 19 November 2020. “Sehingga bisa mengakomodasi dana hibah pariwisata ini,” ujar Suyasa.
Suyasa mengatakan, dalam perjalanannya, untuk hibah kepada hotel hanya bisa terealisasi sebesar Rp4,9 miliar. Kemudian, untuk restoran sebesar Rp1,7 miliar. Sehingga total untuk hibah yang sudah masuk dalam SK dan telah dibagikan sebesar Rp6,6 miliar. Oleh karena itu, sisanya tidak ditransfer oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Berapa realisasinya, itu yang ditransfer. “Jadi, walaupun dapat kurang lebih Rp13 miliar, sekitar Rp2,8 miliar tidak ditransfer karena tidak terealisasi,” kata dia.
Pada kegiatan belanja langsung yang 30 persen, dialokasikan di program kegiatan di Dinas Pariwisata. Jumlah sebesar Rp3,9 miliar. Angka tersebut terdiri dari sosialisasi penerapan Cleanliness, Health, Safety, Environment (CHSE) pada dunia pariwisata, bantuan sarana dan prasarana masing-masing daerah tujuan wisata (DTW), serta implementasi program CHSE melalui kegiatan Buleleng Explore. Kegiatan Buleleng Explore telah berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Namun, dalam pelaksanaannya diduga ada penyimpangan oleh aparat penegak hukum dan prosesnya sedang berlangsung saat ini. Masyarakat diharapkan bisa menghormati proses hukum dan tidak mengeluarkan opini yang tendensius sembari menunggu keputusan akhir dari proses hukum yang bersifat tetap.
Sementara itu, mantan Kepala Bappeda Buleleng ini mengungkapkan APIP sudah melakukan tugasnya untuk melakukan pendampingan. Hanya saja, pendampingan dilakukan pada saat verifikasi data calon penerima hibah hotel dan restoran. Verifikasi dilakukan untuk menentukan hotel dan restoran mana saja yang bisa menerima hibah ini. Dari sisi pemberian hibah yang masuk dalam bagian 70 persen ini, semuanya sudah berjalan dengan baik dan sesuai juknis yang ada. “Siapa yang memenuhi syarat hasil dari verifikasi oleh APIP dan tim verifikasi sudah berjalan. Walaupun tidak semua bisa dicairkan karena memang tidak semua memenuhi syarat sehingga ada yang tidak cair,” ungkap Suyasa.
Suyasa menambahkan untuk belanja langsung, menjadi kewenangan pengguna anggaran. Pengguna anggaran melakukan proses pengadaan seperti biasa. Sehingga, pada posisi ini, yang melakukan eksekusi tentu pengguna anggaran itu sendiri. Pihaknya sebagai Ketua Tim Anggaran PEmerintah Daerah (TAPD) Buleleng, sebelum menyusun kegiatan, dibagikan dulu pagu anggaran. Ini dikarenakan TAPD sendiri tugasnya draf rancangan pembagian pagu anggaran kepada masing-masing SKPD. Satu SKPD dapat berapa lalu ditaruh di kegiatan apa. Sesuai dengan juknis dari Kementerian. Maka, yang 70 persen dialokasikan di BPKPD karena belanja tidak langsung dengan pola hibah. Sedangkan, 30 persen lagi dialokasikan di belanja langsung. Sektor yang menangani adalah sektor pariwisata. Pada saat persiapan penyusunan, disampaikan kepada sektor yang menangani agar mengikuti juknis yang ada. Juknis sudah diikuti dalam sisi penentuan berapa dan bentuk program kegiatannya. “Yang menjadi kendala kan eksekusinya. Tentu kita tidak masuk dalam ranah eksekusi. Karena tidak boleh kita masuk dalam ranah itu untuk mengintervensi keadaan. Secara lisan, setelah program sudah berjalan, pada bulan Januari 2021 baru dilaporkan. Untuk laporan tertulis, selama ini dilakukan dalam rangka penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) yang saat ini sedang berproses dikumpulak. Semua laporan dari seluruh SKPD yang melaksanakan atau merealisasi program kegiatan di tahun sebelumnya. Sedang disusun. Nanti bulan Maret menjadi LPPD. Memang setiap SKPD tidak melaporkan langsung kepada Sekda tetapi dilaporkan setelah kegiatan berjalan menjadi sebuah LPPD,” pungkasnya. (dra)