Kabupaten Buleleng telah berhasil meraih kembali juara umum tiga pada Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Bali XIV tahun 2019 di Kabupaten Tabanan yang mana pada Porprov dua tahun sebelumnya sempat direbut Kabupaten Gianyar. Terlebih lagi Buleleng tetap konsisten tunjukkan sportivitas dengan menggunakan atlet binaan sendiri.
Hal tersebut ditegaskan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, ST saat ditemui usai menghadiri syukuran FORKI Buleleng terkait juara umum yang diraih cabang olahraga (cabor) karate pada Porprov XIV tahun 2019 di Rumah Makan Rangon Sunset, Singaraja, Sabtu (28/9).
Bupati Agus Suradnyana menjelaskan mental atlet-atlet Buleleng memang sedari kecil dilatih untuk sportif. Di Buleleng, khususnya dunia olahraga pernah terkenal dengan istilah Menang Kalah Sehat (MKS). Istilah inilah yang memacu orang Buleleng berprestasi di dunia olahraga. "Kita dulu waktu kecil-kecil itu kan terus di doktrin MKS MKS. Nah itulah modal sportivitas kita," jelasnya.
Disinggung mengenai bonus, mantan anggota DPRD Provinsi Bali ini menyebut bonus merupakan penghargaan bagi atlet. Tapi yang terpenting adalah konsistensi Buleleng untuk terus memanfaatkan atlet lokal binaan sendiri. Selain atlet, manajer dan pelatih pun orang lokal Buleleng. "Bonus itu ada sebagai bentuk apresiasi. Yang penting kita konsisten manfaatkan putra daerah," ujar Agus Suradnyana.
Terkait raihan Buleleng di Porprov XIV tahun 2019, Wakil Ketua II KONI Buleleng, I Ketut Wiratmaja, SH mengungkapkan KONI Buleleng tetap komitmen memberikan reward dan punishment untuk cabor-cabor yang ada. Untuk cabor yang berprestasi, diberikan penghargaan. Sedangkan yang tidak atau non-prestasi, anggarannya bisa dialihkan ke cabor lain. "Seperti cabor petanque yang membuat lapangan sendiri dibantu KONI Buleleng dimana sebelumnya menyewa di Jinengdalem. Ini sebagai sebuah bentuk reward untuk cabor berprestasi," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua FORKI Buleleng, dr. Ketut Putra Sedana, Sp.OG menyebut raihan yang melonjak tajam dari dua tahun lalu merupakan hasil dari proses yang panjang. Proses tersebut salah satunya adalah menyatukan perguruan-perguruan karate yang ada. Ini menjadi proses yang sangat susah karena masing-masing perguruan memiliki karakter dan ego yang berbeda-beda. "Penyatuan ini susah. Namun, kami satukan dengan pembentukan karakter bekerjasama dengan Secata sehingga pada saat berlaga tidak ada lagi fanatisme perguruan tapi fanatisme kedaerahan yaitu membela nama Buleleng," tandasnya. (dra)