Di Kabupaten Buleleng, Bali, sebanyak 123 dari 148 desa/kelurahan telah menyepakati tapal batas. Dari 123 desa/kelurahan tersebut, 65 desa/kelurahan sudah sepakat dan sudah ditetapkan tapal batasnya dengan Peraturan Bupati (Perbup) Buleleng. Sedangkan yang sudah disepakati namun dalam penyusunan deskripsi segmen batas peta berjumlah 58 desa/kelurahan. Sehing sisa desa/kelurahan yang belum mencapai kesepakatan tinggal 25 desa/kelurahan.
"Ini perlu diketahui bahwa tapal batas baik itu desa, kecamatan bahkan kabupaten itu sangat penting sekali karena di dalam batas menentukan sejauh mana tanggung jawab masing-masing hak pemilik wilayah," kata Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan Setda Buleleng, I Putu Karuna saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (24/9).
Putu Karuna menjelaskan permasalahan tapal batas sudah jelas diatur dalam Peraturan Menteri dalam negeri (Permendagri) tentang pedoman penetapan dan penegasan tapal batas desa/kelurahan di Indonesia. Atas desakan Permendagri tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng sampai tahun 2020 sebagian lebih permasalahan tapal batas dari 129 desa dan 19 kelurahan yang tersebar di sembilan kecamatan. Saat ini hanya tinggal 25 desa/kelurahan yang belum mencapai kesepakatan. "Langkah-langkah yang kita ambil pertama kita tetap upayakan untuk adanya kesepakatan di bawah dulu. Kita mengadakan penjajakan antar desa yang bersebelahan yang belum memperoleh kesepakatan," jelasnya.
Selain melakukan penjajakan ke masing-masing desa, Pemkab Buleleng melalui instansi yang membidangi juga telah memberikan imbauan dan pembelajaran terkait dengan pentingnya tapal batas disetiap desa/kelurahan. Dengan adanya tapal batas yang jelas segala permasalahan seperti pembuatan peta desa, pemetaan anggaran untuk program-program yang ada di desa/kelurahan dan yang terpenting keamanan di lingkungan masyarakat tersebut. Apabila mereka (aparat/masyarakat di desa) sudah memahami tetapi masih tidak mau bersepakat lanjut nantinya Pemkab Buleleng sendiri yang memutuskan dan dibuatkan Perbup."Kami tidak mau hal ini berlarut-larut karena ketika berlarut-larut pasti di bawah akan menjadi semacam bumerang dan menimbulkan perselisihan kedua belah pihak," ujar Putu Karuna.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemerintahan Setda Buleleng, Dewa Made Ardika mengatakan dalam menyelesaikan tapal batas yang terdapat di wilayah Kabupaten Buleleng, dirinya bersama jajaran telah melakukan berbagai upaya. Mulai dari sosialisasi ke desa-desa, memberikan pemahaman dan mempertemukan para perbekel serta tokoh masyarakat di setiap desa/kelurahan. Seperti permasalahan tapal batas antara desa Gerokgak dengan desa Patas. Dimana perbatasan kedua desa tersebut merupakan permasalahan yang sudah cukup lama tetapi dengan adanya penjajakan dan pemahanan serta mediasi akhirnya kedua belah pihak sepakat menyelesaikan tapal batas desanya."Bulan lalu kami Bagian Pemerintahan sudah undang Perbekel (Kepala Desa) Patas dan Gerokgak untuk melakukan mediasi. Dari pertemuan itu kami menemukan titik temu masing-masing sudah menyadari bahwa permasalahan tapal batas antar desa tersebut merupakan bagian daripada keamanan antar desa," ucapnya Dewa Ardika.
Jangan sampai permasalahan tapal batas ini menimbulkan permasalahan di masyarakat. Lanjut Dewa Ardika, walaupun masih ada beberapa masyarakat yang masih bersikukuh terkait tempat tinggalnya dirinya memastikan perbekel selaku kepala wilayah di desa tersebut bisa memberikan pemahaman kepada masyarakatnya. Dilihat dari banyaknya desa/kelurahan yang terdapat di Kabupaten Buleleng, Dewa Ardika mengakui bahwa hampir di setiap perbatasan terdapat permasalahan. Hal tersebut dikarenakan para pendahulu kita sering menggunakan batas desa dengan alam, contoh membuat tapal batas dengan menggunakan sungai sehingga tapal batasnya berliku-liku sesuai dengan sungai tersebut. "Berbeda dengan sekarang ketentuan yang harus kita jabarkan kebawah itu kan jelas, dimana dalam sistem suatu negara itu kan ada wilayah, ada masyarakatnya dan ada batas yang jelas, artinya jangan sampai terjadi permasalahan di masyarakat," tegasnya. (smd)