GTPP BULELENG SIAP IKUTI PEDOMAN PENANGANAN COVID-19 DARI KEMENTERIAN KESEHATAN
Admin prokomsetda | 22 Juli 2020 | 632 kali
Pedoman Berisikan Perubahan Istilah Kasus dan Perubahan Protokol Uji Swab
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan pedoman pencegahan dan pengendalain covid-19 revisi 5. Dalam pedoman tersebut terdapat penggantian sejumlah istilah dalam penanganan Covid-19. Istilah seperti Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Tanpa Gejala (OTG) telah diganti. Untuk PDP dan ODP diganti menjadi yakni kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).
Menanggapi pedoman tersebut, Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Buleleng menyelenggarakan rapat untuk menindaklanjuti pedoman dari Kementerian Kesehatan tersebut. Rapat itu dilangsungkan di Ruang Rapat Unit IV, Rabu (22/7). Rapat yang dipimpin Sekda Buleleng selaku Sekretaris GTPP Covid-19 Buleleng Drs. Gede Suyasa,M.Pd ini dihadiri oleh anggota gugus tugas dan perwakilan tenaga medis.
Selain perubahan istilah, pedoman tersebut juga berisi tentang perubahan protokol uji sampel swab terhadap pasien yang berstatus suspect atau diduga positif covid-19 yang semula uji swab dilakukan terhadap seluruh pasien yang masuk dalam kategori suspect, kini keputusan pelaksanaan uji swab terhadap kasus yang diduga covid-19, akan merujuk pada diagnosis klinis yang dilakukan dokter penanggung jawab pasien (DPJP).
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Buleleng Gede Suyasa mengatakan, Nantinya kasus terkonfirmasi yang tak bergejala maupun bergejala ringan, tak lagi dirawat di rumah sakit. Melainkan dilakukan isolasi mandiri.
Sesuai dengan pedoman Kemenkes, isolasi mandiri dilakukan di rumah. Namun, Pemprov Bali telah mengeluarkan Surat Edaran pada tanggal 17 Juli 2020, menginstruksikan agar kasus terkonfirmasi tanpa gejala medis, menjalani isolasi pada fasilitas yang disiapkan Pemprov Bali.
“Kalau dia misalnya kasus terkonfirmasi sedang dan berat dia masuk rumah sakit di daerah, tapi kalau tidak bergejala atau bergejala ringan, akan ditangani oleh provinsi,” jelas Suyasa.
Selain itu ada pula pedoman bahwa pemeriksaan swab tak lagi dilakukan pada pasien yang tidak bergejala.
“Tidak ada lagi swab PCR. Yang dilakukan PCR hanya mereka yang terkonfirmasi positif dengan gejala berat. Kalau tidak bergejala, gejala ringan maupun sedang, tidak di-PCR. Ini beberapa skema yang berubah,” katanya.
Suyasa menambahkan, sebelum melakukan uji swab pada kasus-kasus suspect, harus menanti keputusan diagnosis klinis dari (DPJP). Kepastian kesembuhan pasien juga akan merujuk pada diagnosis dokter. Apabila diagnosis klinis dari dokter menyatakan pasien sembuh, maka pasien akan diizinkan pulang.
“Jadi diagnosis klinis dari dokter yang sangat menentukan. Tidak lagi gunakan rapid maupun swab. Semuanya sudah ada protokolnya,” imbuhnya.
Sekda Suyasa meyakini protokol yang baru tidak akan memicu lonjakan kasus secara signifikan. Mengingat protokol dan pedoman itu disusun oleh para ahli, serta ditetapkan oleh Kemenkes.
“Dengan protokol yang dibuat revisi kelima ini berarti sudah diperhitungkan oleh pusat. Kan nggak mungkin bikin revisi pedoman, malah bikin penularan. Kita harus yakin revisi kelima ini juga membuat rileksasi, juga membuat pengetatan sehingga tidak terjadinya penularan yang lebih luas,” pungkasnya. (JOZ)